Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL divonis bersalah dalam kasus pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan). Politikus Nasdem berlatar belakang birokrat itu dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Adapun pengucapan vonis terhadap SYL berlangsung pada Kamis (11/7/2024) kemarin. SYL telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama jaksa penuntut umum.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara selama 10 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).
Selain pidana badan, politisi bekas Menteri Pertanian itu juga diharuskan membuat denda sebesar Rp300 juta subsidair empat bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp14,1 miliar dan US$30.000.
SYL dinilai menikmati uang hasil korupsi itu bersama dengan keluarga dan koleganya. Alhasil, pidana uang pengganti itu hanya dibebankan kepadanya.
Meski demikian, vonis hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Khususnya, uang pengganti yang turun dari sebelumnya Rp44,26 miliar dan US$30.000. Hal itu karena pertimbangan hakim bahwa dari keseluruhan uang yang diterima SYL, hanya sebesar Rp14,1 miliar dan US$30.000 dinikmati olehnya.
Baca Juga
Tidak hanya itu, pidana badan dan denda kepada SYL yang dijatuhkan juga lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yakni dari 12 tahun serta denda Rp500 juta.
Hukuman Bekas Anak Buah
Sementara itu, dua bekas anak buah SYL yakni mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta serta mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono masing-masing dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun.
Layaknya vonis SYL, vonis hakim kepada Hatta dan Kasdi lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yakni enam tahun. Mereka juga dihukum membayar denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan.
Dalam menjatuhkan putusan itu, hakim menilai terdapat beberapa hal memberatkan dan meringankan khususnya terhadap SYL.
Hal-hal memberatkan putusan terhadap SYL adalah berbelit-belit memberikan keterangan, tidak memberikan tauladan yang baik sebagai penyelenggara negara, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Terdakwa, keluarga terdakwa dan kolega terdakwa dan kolega terdakwa menikmati hasil tindak pidana korupsi," ujar Hakim Ketua.
Sementara itu, hal meringankan meliputi usia SYL sudah berusia lanjut, tidak pernah dihukum, memberikan kontribusi positif sebagai Mentan saat krisis pangan dan pandemi Covid-19 serta mendapatkan banyak penghargaan. SYL juga disebut bersikap sopan selama persidangan.
Perjalanan Kasus
Perjalanan kasus SYL bermula dari laporan pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh KPK sekitar 2020 silam. Pimpinan KPK sempat menyebut tindak lanjut laporan dumas itu sempat mandek selama tiga tahun lamanya lantaran tak kunjung diterbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik).
Loncat ke 2023, KPK akhirnya menerbitkan sprinlidik itu dan memulai penyelidikan. Pada 19 Juni 2023, SYL dimintai keterangan oleh KPK sebagai terperijsa selama sekitar 3,5 jam. Dia memenuhi permintaan keterangan oleh KPK pada undangan ketiga.
Pada September 2023, KPK resmi menaikkan kasus Kementan ke tahap penyidikan. SYL lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut. Penyidik pun menggeledah rumah SYL di Komplek Widya Chandra, Jakarta.
Upaya paksa terhadap SYL pun sempat diterpa sejumlah isu miring. Pada saat itu, SYL sempat dikabarkan hilang di luar negeri saat menjalani dinas. Namun, akhirnya dia pulang ke Tanah Air untuk bertemu dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh serta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengajukan pengunduran diri.
Pada 12 Oktober 2023, penyidik KPK menangkap SYL di sebuah apartemen di Kebayoran Baru. Padahal, esok harinya dia dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Meski demikian, pada akhirnya SYL resmi ditahan sebagai tersangka pada 13 Oktober 2023.
Pada tahap penyidikan, SYL, Hatta dan Kasdi diduga melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Di sisi lain, SYL juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Di tengah proses hukum yang dijalani olehnya di KPK, SYL juga bolak-balik diperiksa oleh penyidik di Polda Metro Jaya. Terungkap dugaan bahwa tidak hanya SYL memeras bawahannya, dia juga menjadi obyek pemerasan oleh Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.
Firli diumumkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada November 2023. Dia kemudian mengundurkan diri dari jabatannya. Akan tetapi, berbeda nasibnya dengan SYL, purnawirawan bintang tiga Polri itu saat ini belum kunjung ditahan.
Selang sekitar lima bulan setelah ditahan, SYL, Hatta dan Kasdi mulai menjalani proses pengadilan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024). Ketiganya didakwa melakukan pemerasan terhadap sejumlah pejabat eselon I di lingkungan Kementan selama periode 2020–2023.
Atas perintah SYL, para pejabat eselon I di lingkungan Kementan dengan terpaksa memenuhi permintaannya karena khawatir atas amarahnya, takut dipindahtugaskan, demosi jabatan atau dipecat (non-job).
JPU menyebut uang yang diperoleh SYL selama menjabat sebagai Mentan dengan cara memaksa para pejabat di bawahnya mencapai Rp44,54 miliar.
Pada dakwaan kedua, SYL dituduh meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pejabat di Kementan atau dari kas umum dengan total Rp44,54 miliar. Dia memeras para pejabat Kementan seolah-olah hal tersebut merupakan utang.
Kemudian, pada dakwaan ketiga, SYL didakwa menerima gratifikasi senilai Rp40,64 miliar selama 2020-2023 yang berhubungan dengan jabatannya. JPU turut menilai bahwa penerimaan gratifikasi oleh para terdakwa harus dianggap sebagai suap.
Nasib SYL
Usai sidang pembacaan putusan, Kamis (11/7/2024), SYL mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Pria yang pernah mengecap jabatan sebagai lurah hingga menteri itu mengatakan bakal bertanggungjawab. Politisi Nasdem itu juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi yang menunjuknya sebagai mentan pada 2019 lalu.
SYL menilai dirinya berhasil mengambil kebijakan untuk menstabilkan harga pangan di Indonesia. "Saya sampaikan terima kasih pak Jokowi membeberkan kesempatan sebagai menteri, apa pun akibat dari sebuah kebijakan ini risiko jabatan bagi saya," ucapnya kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).
Tidak hanya itu, SYL juga berterima kasih kepada Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. "Maafkan saya kalau, tentu sebagai manusia ada yang keliru tetapi Surya Paloh sangat konsisten dengan partai untuk mengatakan bela rakyat, bela bangsa," ucapnya.
Sementara itu, KPK menyatakan masih menggunakan rentang waktu tujuh hari setelah putusan untuk menentukan langkah selanjutnya. Para penasihat hukum terdakwa dari pihak SYL, Hatta dan Kasdi juga masih menyatakan pikir-pikir atas vonis majelis hakim.
Di samping itu, lembaga antirasuah pun sudah mengembangkan kasus pemerasan di Kementan ke dugaan pencucian uang di mana SYL ditetapkan tersangka. KPK mencatat nilai pencucian uang yang sudah dilakukan oleh SYL mencapai Rp60 miliar.
Pada penyidikan kasus tersebut, penyidik telah menyita berbagai aset milik SYL yang diduga hasil tindak pidana korupsi. Selain aset, terdapat uang senilai Rp30 miliar dan Rp15 miliar yang sudah disita KPK diduga berkaitan dengan korupsi SYL. Uang Rp30 miliar itu ditemukan pada saat penggeledahan September 2023 di rumah dinas SYL di Widya Chandra, sedangkan Rp15 miliar ditemukan di rumah pengusaha Hanan Supangkat.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, penyidikan kasus dugaan pencucian uang SYL sudah berjalan. Dia mengatakan penyidik bakal memanggil saksi-saksi terkait dalam upaya asset recovery hasil korupsi pada kasus SYL.
"Kalau untuk perkara TPPU itu sendiri kan sudah jalan, jadi sudah dipanggil saksi-saksi," kata Tessa kepada wartawan saat dimintai konfirmasi, dikutip Minggu (14/7/2024).